Jumat, 30 Mei 2008

Mata pena seringkali lebih tajam daripada mata pedang.....

Kalau kita saban hari melihat berita di TV, radio atau baca koran. Pernahkah ter betik pikiran dalam benak kita, kenapa kalau ada saudara-saudara kita sesama mus lim yang sedang berjuang mempertahankan negaranya, misalnya di Palestina, Irak , Bosnia , Chehnya, Philipina, atau dimana saja. Lantas semua berita menyebut para pejuang yang saudara kita itu dengan 'embel-embel' : militan, fundamental, garis keras bahkan yang akhir-akhir ini gencar di'populerkan' adalah istilah teroris?. Misalkan yang 'diobok-obok' itu adalah negara kita, kemudian kita membela negara kita mati-matian. Tiba-tiba saja semua TV, radio dan koran menyiarkan, bahwa ki ta yang sedang berjuang itu ternyata diberitakan sebagai kaum fundamentalis, mi litan, garis keras dan teroris. Tentu marah besar kita. Bisa jadi semangat kita dalam berjuang jadi berlipat-lipat karena bercampur rasa marah itu.

Sekarang pertanyaannya, kenapa TV, radio dan koran kita memberitakannya seperti itu ?. Inilah salah satu kelemahan perusahaan-perusahaan media kita, hampir se mua berita, maksudnya berita luar negeri yang berhubungan dengan kejadian-kejadi an di negara-negara muslim, semua media kita biasanya hanya membeli beritanya da ri perusahaan-perusahaan media asing, misal : CNN, BBC, AFP, Washington Post, AP , Reuter, dll. Kemudian oleh media kita diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia , lantas diterbitkan. Esok harinya, kita semua sebagai pembaca yang hanya 'tahu ja di', langsung saja mengkonsumsi kata-kata 'militan-fundamental-garis keras dan teroris'. Padahal semua perusahaan media asing yang disebut di atas, bisa dipas tikan bukan milik orang muslim, termasuk wartawan/reporter yang menulis berita di tempat kejadian. Maka masuk akal bila mereka suka menyebut saudara-saudara ki ta dengan istilah-istilah seperti itu. Yang patut disayangkan, banyak pembaca yang masih saudara kita sesama muslim ternyata menelan begitu saja semua istilah itu. Maka jadilah sesama (negara) muslim saling curiga dan waspada.

Ghazwul Fikri.......

Nuansa pemberitaan lain akan kita jumpai bila kita membaca majalah-majalah Islam seperti : Sabili, Hidayatullah, Hidayah, Tarbawi, dll. Majalah-majalah ini cukup selektif dan cerdik. Mereka mencari berita dari sumber-sumber Islami, dari kan tor-kantor berita asing di negara Islam. Sehingga yang muncul adalah istilah-is tilah yang sesuai dan layak, misalnya : Pejuang, Mujahid, Syuhada, Pahlawan,dll. Nada beritanya pun tidak terkesan 'miring'. Hal demikian terlihat pula pada web site/situs islami di internet. Pada kasus yang sama, namun nampak nyata perbeda an kandungan beritanya.

Sahabat, meskipun (masih) dalam skala kecil, mari berusaha 'bergerilya' guna memperbaiki citra Islam yang rusak akibat pemberitaan media asing di atas. Kita usahakan senantiasa membaca dan menulisnya dari sumber-sumber Islami. Kalau memang manis mari kita sampaikan dengan manis, sebaliknya kalau adanya pahit, maka kita sampaikan ditampilkan dengan pahit pula. "Katakanlah yang benar walau pun pahit", demikian pesan Rasulullah SAW.

Source: Al-muslimin (amalkan_ilmu@yahoo.com) (www.al-ilma.cjb.net)

BERMAKRIFAT DENGAN MEMAHAMI NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH

Jalan lain dalam mencapai makrifat kepada Allah swt. ialah memahami nama-nama Allah Taala yang baik-baik serta sifat-sifat-Nya yang luhur dan tinggi. Jadi nama-nama dan sifat-sifat itulah yang merupakan perantara yang digunakan oleh Allah Taala agar makhluk-Nya dapat bermakrifat pada-Nya. Inilah yang dapat dianggap sebagai saluran yang dari situ hati manusia dapat mengenal Allah Taala secara spontan. Malah itu pulalah yang dapat menggerakkan cara penemuan yang hakiki dan membuka alam yang amat luas terhadap kerohanian guna menyaksikan cahaya Allah swt.

Nama-nama itu adalah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Katakanlah, ‘Serulah Allah atau serulah Rahman. Mana saja nama Tuhan yang kamu semua seru, Dia adalah mempunyai nama-nama yang baik.’" (Q.S. Al-Isra:110)

Dengan nama-nama itulah yang kita semua diperintah untuk menyerunya. Allah Taala berfirman, “Bagi Allah adalah nama-nama yang baik, maka serulah dengan menggunakan nama-nama itu.” (Q.S. Al-A’raf:180)

Adapun jumlah nama-nama Allah yang baik (asmaul husna) itu ada sembilan puluh sembilan nama. Imam Bukhari, Muslim dan Tirmizi meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Barangsiapa menghafalnya ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil (tidak genap) dan cinta sekali pada hal yang ganjil (tidak genap).” (H.R. Ibnu Majah)

Imam Tirmizi memberikan tambahan dalam riwayatnya sebagai berikut, “Sembilan puluh sembilan nama Allah Taala yaitu:

1. Allah: Lafal yang Maha Mulia yang merupakan nama dari zat Ilahi yang Maha Suci serta wajib adanya yang berhak memiliki semua macam pujian dan sanjungan. Adapun nama-nama lain, maka setiap nama itu menunjukkan suatu sifat Tuhan yang tertentu dan oleh sebab itu bolehlah dianggap sebagai sifat bagi lafal yang Maha Mulia ini (yakni Allah) atau boleh dijadikan sebagai kata beritanya.

2. Arrahmaan: Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia.

3. Arrahiim: Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di akhirat.

4. Almalik: Maha Merajai, mengatur kerajaan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya sendiri.

5. Alqudduus: Maha Suci, tersuci dari segala cela dan kekurangan.

6. Assalaam: Maha Penyelamat, pemberi keamanan dan kesentosaan pada seluruh makhluk-Nya.

7. Almukmin: Maha Pemelihara keamanan, yakni siapa yang bersalah dari makhluk-Nya itu benar-benar akan diberi siksa, sedang kepada yang taat akan benar-benar dipenuhi janji-Nya dengan pahala yang baik.

8. Almuhaimin: Maha Penjaga, memerintah dan melindungi segala sesuatu.

9. Al’aziiz: Maha Mulia, kuasa dan mampu untuk berbuat sekehendak-Nya.

10. Aljabbaar: Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintah-Nya serta memperbaiki keadaan seluruh hamba-Nya.

11. Almutakabbir: Maha Megah, menyendiri dengan sifat keagungan dan kemegahan-Nya.

12. Alkhaalik: Maha Pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya semua itu.

13. Albaari’: Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya.

14. Almushawwir: Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda dengan lainnya. (Jadi Alkhaalik adalah mengadakan sesuatu yang belum ada asal mulanya atau yang menakdirkan adanya itu. Albaari’ ialah mengeluarkannya dari yang sudah ada asalnya, sedang Almushawwir ialah yang memberinya bentuk yang sesuai dengan keadaan dan keperluannya).

15. Alghaffaar: Maha Pengampun, banyak pemberian maaf-Nya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.

16. Alqahhaar: Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya serta memaksa segala makhluk menurut kehendak-Nya.

17. Alwahhaab: Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi karunia.

18. Arrazzaaq: Maha Pemberi rezeki, membuat berbagai rezeki serta membuat pula sebab-sebab diperolehnya.

19. Alfattaah: Maha Membukakan, yakni membuka gudang penyimpanan rahmat-Nya untuk seluruh hamba-Nya.

20. Al’aliim: Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak ada satu benda pun yang tertutup oleh penglihatan-Nya.

21. Alqaabidl: Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

22. Albaasith: Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rezeki bagi siapa yang diinginkan oleh-Nya.

23. Alkhaafidl: Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang yang selayaknya dijatuhkan karena akibat kelakuannya sendiri dengan memberinya kehinaan, kerendahan dan siksaan.

24. Arraafi’: Maha Mengangkat, yakni terhadap orang yang selayaknya diangkat kedudukannya karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertakwa.

25. Almu’iz: Maha Pemberi kemuliaan, yakni kepada orang yang berpegang teguh pada agama-Nya dengan memberinya pertolongan dan kemenangan.

26. Almudzil: Maha Pemberi kehinaan, yakni kepada musuh-musuh-Nya dan musuh umat Islam seluruhnya.

27. Assamii’: Maha Mendengar.

28. Albashiir: Maha Melihat.

29. Alhakam: Maha Menetapkan hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak seorang pun dapat menolak keputusan-Nya, juga tidak seorang pun yang kuasa merintangi kelangsungan hukum-Nya itu.

30. Al’adl: Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilan-Nya itu.

31. Allathiif: Maha Halus, yakni mengetahui segala sesuatu yang samar-samar, pelik-pelik dan kecil-kecil.

32. Alkhabiir: Maha Waspada.

33. Alhaliim: Maha Penghiba, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan tidak pula gegabah memberikan siksaan.

34. Al’azhiim: Maha Agung, yakni mencapai puncak tertinggi dari keagungan karena bersifat dengan segala macam sifat kebesaran dan kesempurnaan.

35. Alghafuur: Maha Pengampun, banyak pengampunan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

36. Asysyakuur: Maha Pembalas yakni memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak berarti.

37. Al’aliy: Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang tidak mungkin digambarkan oleh akal pikiran siapa pun dan tidak dapat dipahami oleh otak yang bagaimana pun pandainya.

38. Alkabiir: Maha Besar, yang kebesaran-Nya tidak dapat diikuti oleh pancaindera atau pun akal manusia.

39. Alhafiiz: Maha Pemelihara yakni menjaga segala sesuatu jangan sampai rusak dan goncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hamba-hamba-Nya, sehingga tidak akan disia-siakan sedikit pun untuk memberikan balasan-Nya.

40. Almuqiit: Maha Pemberi kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh atau pun makanan rohani.

41. Alhasiib: Maha Penjamin, yakni memberikan jaminan kecukupan kepada seluruh hamba-Nya. Juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.

42. Aljaliil: Maha Luhur, yang memiliki sifat-sifat keluhuran karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya.

43. Alkariim: Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapa pun tanpa diminta atau sebagai penggantian dari sesuatu pemberian.

44. Arraqiib: Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan mengawasinya.

45. Almujiib: Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa pada-Nya.

46. Alwaasi’: Maha Luas, yakni bahwa rahmat-Nya itu merata kepada segala yang maujud dan luas pula ilmu-Nya terhadap segala sesuatu.

47. Alhakiim: Maha Bijaksana yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi kesempurnaan ilmu-Nya serta kerapian-Nya dalam membuat segala sesuatu.

48. Alwaduud: Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh hamba-Nya dan pula berbuat baik pada mereka itu dalam segala hal-ihwal dan keadaan.

49. Almajiid: Maha Mulia, yakni yang mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.

50. Albaa’its: Maha Membangkitkan, yakni membangkitkan para rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya nanti setelah tibanya hari kiamat.

51. Asysyahiid: Maha Menyaksikan atau Maha Mengetahui keadaan semua makhluk.

52. Alhaq: Maha Haq, Maha Benar yang kekal dan tidak akan berubah sedikit pun.

53. Alwakiil: Maha Memelihara penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hamba-Nya dan apa-apa yang menjadi kebutuhan mereka itu.

54. Alqawiy: Maha Kuat, yaitu yang memiliki kekuasaan yang sesempurna-sempurna.

55. Almatiin: Maha Kokoh atau Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah sampai dipuncaknya.

56. Alwaliy: Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semua kepentingan makhluk-Nya karena kecintaan-Nya yang sangat pada mereka itu dan pemberian pertolongan-Nya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.

57. Alhamiid: Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya untuk memperoleh pujian dan sanjungan.

58. Almuhshi: Maha Penghitung, yang tidak satu pun tertutup dari pandangan-Nya dan semua amalan itu pun diperhitungkan sebagaimana wajarnya.

59. Almubdi’: Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada dan belum maujud.

60. Almu’iid: Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau setelah rusaknya.

61. Almuhyii: Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap sesuatu yang berhak hidup.

62. Almumiit: Yang Mematikan, yakni mengambil kehidupan (ruh) dari apa-apa yang hidup, lalu disebut mati.

63. Alhay: Maha Hidup, kekal pula hidup-Nya itu.

64. Alqayyuum: Maha Berdiri sendiri, baik Dzat-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya. Juga membuat berdiri apa-apa yang selain Dia. Dengan-Nya pula berdiri langit dan bumi ini.

65. Alwaajid: Maha kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan oleh-Nya, maka tidak membutuhkan pada suatu apa pun karena sifat kaya-Nya yang mutlak.

66. Almaajid: Maha Mulia, (sama dengan nomor 49 yang berbeda hanyalah tulisannya. Ejaan sebenarnya nomor 49 Almajiid sedangkan nomor 66 ini Almaajid).

67. Alwaahid: Maha Esa.

68. Ashshamad: Maha Dibutuhkan, yakni selalu menjadi tujuan dan harapan orang di waktu ada hajat keperluannya.

69. Alqaadir: Maha Kuasa.

70. Almuqtadir: Maha Menentukan.

71. Almuqaddim: Maha Mendahulukan, yakni mendahulukan sebagian benda dari yang lainnya dalam perwujudannya, atau dalam kemuliaan, selisih waktu atau tempatnya.

72. Almu’akhkhir: Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan.

73. Alawwal: Maha Pertama, Dahulu sekali dari semua yang maujud.

74. Alaakhir: Maha Penghabisan, Kekal terus setelah habisnya segala sesuatu yang maujud.

75. Azhzhaahir: Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan wujud-Nya itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaan-Nya.

76. Albaathin: Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi zat-Nya sehingga tidak seorang pun dapat mengenal zat-Nya itu.

77. Alwaalii: Maha Menguasai, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan-Nya dan menjadi milik-Nya.

78. Almuta’aalii: Maha Suci, terpelihara dari segala kekurangan dan kerendahan.

79. Albar: Maha Dermawan, banyak kebaikan-Nya dan besar kenikmatan yang dilimpahkan-Nya.

80. Attawwaab: Maha Penerima tobat, memberikan pertolongan kepada orang-orang yang bermaksiat untuk melakukan tobat lalu Allah akan menerimanya.

81. Almuntaqim: Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksa-Nya.

82. Al’afuw: Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta maaf pada-Nya.

83. Arra-uuf: Maha Pengasih, banyak rahmat dan kasih sayang-Nya.

84. Maalikulmulk: Maha Menguasai kerajaan, maka segala perkara yang berlaku di alam semesta, langit, bumi dan sekitarnya serta yang dibaliknya alam semesta itu semuanya sesuai dengan kehendak dan iradat-Nya.

85. Dzuljalaali wal ikraam: Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan. Juga zat yang mempunyai keutamaan dan kesempurnaan, pemberi karunia dan kenikmatan yang amat banyak dan melimpah ruah.

86. Almuqsith: Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilan-Nya.

87. Aljaami’: Maha Mengumpulkan, yakni mengumpulkan berbagai hakikat yang telah bercerai-berai dan juga mengumpulkan seluruh umat manusia pada hari pembalasan.

88. Alghaniy: Maha Kaya, maka tidak membutuhkan apa pun dari yang selain zat-Nya sendiri, tetapi yang selain-Nya itu amat membutuhkan kepada-Nya.

89. Almughnii: Maha Pemberi kekayaan yakni memberikan kelebihan yang berupa kekayaan yang berlimpah-limpah kepada siapa saja yang dikehendaki dari golongan hamba-hamba-Nya.

90. Almaani’: Maha Membela atau Maha Menolak, yaitu membela hamba-hamba-Nya yang saleh dan menolak sebab-sebab yang menyebabkan kerusakan.

91. Adldlaar: Maha Pemberi bahaya, yakni dengan menurunkan siksa-siksa-Nya kepada musuh-musuh-Nya.

92. Annaafi’: Maha Pemberi kemanfaatan, yakni merata kebaikan yang dikaruniakan-Nya itu kepada semua hamba dan negeri.

93. Annuur: Maha Bercahaya yakni menonjolkan zat-Nya sendiri dan menampakkan untuk yang selain-Nya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

94. Alhaadi: Maha Pemberi petunjuk, yaitu memberikan jalan yang benar kepada segala sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya.

95. Albadii’: Maha Pencipta yang baru, sehingga tidak ada contoh dan yang menyamai sebelum keluarnya ciptaan-Nya itu.

96. Albaaqii: Maha Kekal, yakni kekal hidup-Nya untuk selama-lamanya.

97. Alwaarits: Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk.

98. Arrasyiid: Maha Cendekiawan, yaitu memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh hamba-Nya dan yang segala peraturan-Nya itu berjalan menurut ketentuan yang digariskan oleh kebijaksanaan dan kecendikiawanan-Nya.

99. Ashshabuur: Maha Penyabar yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya.

Dalam kitab Addinul Islami disebutkan sebagai berikut: “Nama-nama Allah yang baik-baik (asmaul husna) yang tercantum dalam Alquran yaitu:

1. Nama-nama yang berhubungan dengan zat Allah Taala, yakni:

a. Alwaahid (Maha Esa)

b. Alahad (Maha Esa)

c. Alhaq (Maha Benar)

d. Alqudduus (Maha Suci)

e. Ashshamad (Maha dibutuhkan)

f. Alghaniy (Maha Kaya)

g. Alawwal (Maha Pertama)

h. Alaakhir (Maha Penghabisan).

i. Alqayyuum (Maha Berdiri Sendiri).

2. Nama-nama yang berhubungan dengan penciptaan, yakni:

a. Alkhaalik (Maha Menciptakan)

b. Albaari’ (Maha Pembuat)

c. Almushawwir (Maha Pembentuk)

d. Albadii’ (Maha Pencipta yang baru)

3. Nama-nama yang berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan, selain dari lafal Rab (Tuhan), Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha Penyayang), yakni:

a. Arra-uuf (Maha Pengasih)

b. Alwaduud (Maha Pencinta)

C. Allathiif (Maha Halus)

d. Alhaliim (Maha Penghiba)

e. Al’afuw (Maha Pemaaf)

f. Asysyakuur (Maha Pembalas, Pemberi karunia)

g. Almukmin (Maha Pemelihara keamanan)

h. Albaar (Maha Dermawan)

i. Rafi’ud darajat (Maha Tinggi derajat-Nya)

j. Arrazzaaq (Maha Pemberi rezeki)

k. Alwahhaab (Maha Pemberi)

l. Alwaasi’ (Maha luas)

4. Nama-nama yang berhubungan dengan keagungan serta kemuliaan Allah Taala yakni:

a. Al’azhiim (Maha Agung)

b. Al’aziiz (Maha Mulia)

C. Al’aliy (Maha Tinggi)

d. Almuta’aalii (Maha Suci)

e. Alqawiy (Maha Kuat)

f. Alqahhaar (Maha Pemaksa)

g. Aljabbaar (Maha Perkasa)

h. Almutakabbir (Maha Megah)

i. Alkabiir (Maha Besar)

j. Alkariim (Maha Pemurah)

k. Alhamiid (Maha Terpuji)

l. Almajiid (Maha Mulia)

m. Almatiin (Maha Kuat)

n. Azhzhaahir (Maha Nyata)

o. Zuljalaali wal ikraam (Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan)

5. Nama-nama yang berhubungan dengan ilmu Allah Taala, yakni:

a. Al’aliim (Maha Mengetahui)

b. Alhakiim (Maha Bijaksana)

C. Assamii’ (Maha Mendengar)

d. Alkhabiir (Maha Waspada)

e. Albashiir (Maha Melihat)

f. Asysyahid (Maha Menyaksikan)

g. Arraqiib (Maha Meneliti)

h. Albaathin (Maha Tersembunyi)

i. Almuhaimin (Maha Menjaga)

6. Nama-nama yang berhubungan dengan kekuasaan Allah serta caranya mengatur segala sesuatu, yakni:

a. Alqaadir (Maha Kuasa)

b. Alwakiil (Maha Memelihara penyerahan)

C. Alwaliy (Maha Melindungi)

d. Alhaafizh (Maha Pemelihara)

e. Almalik (Maha Merajai)

f. Almaalik (Maha Memiliki)

g. Alfattaah (Maha Pembuka)

h. Alhasiib (Maha Penjamin)

i. Almuntaqim (Maha Penyiksa)

j. Almuqiit (Maha Pemberi kecukupan)

7. Ada pula nama-nama yang tidak disebutkan dalam nas Alquran tetapi merupakan sifat-sifat yang erat kaitannya dengan sifat atau perbuatan Allah Taala yang tercantum dalam Alquran, yakni:

a. Alqaabidl (Maha Pencabut)

b. Albaasith (Maha Meluaskan)

C. Arraafi` (Maha Mengangkat)

d. Almu’iz (Maha Pemberi kemuliaan)

e. Almudzil (Maha Pemberi kehinaan)

f. Almujiib (Maha Mengabulkan)

g. Albaa’its (Maha Membangkitkan)

h. Almuhshii (Maha Penghitung)

i. Almubdi’ (Maha Memulai)

j. Almu’iid(Maha Mengulangi)

k. Almuhyii (Maha Menghidupkan)

l. Almumiit (Maha Mematikan)

m. Maalikulmulk (Maha Menguasai kerajaan)

n. Aljaami’ (Maha Mengumpulkan)

o. Almughnii (Maha Pemberi kekayaan)

p. Almu’thii (Maha Pemberi)

q. Almaani’ (Maha Membela, Maha Menolak)

r. Alhaadii (Maha Pemberi Petunjuk)

s. Albaaqii (Maha Kekal)

t. Alwaarits (Maha Pewaris).

8. Ada pula nama-nama Allah Taala yang diambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat dalam Alquran, yakni:

a. Annuur (Maha Bercahaya)

b. Ashshabuur (Maha Penyabar)

c. Arrasyiid (Maha Cendekiawan)

d. Almuqsith (Maha Mengadili)

e Alwaalii (Maha Menguasai)

f. Aljaliil (Maha Luhur)

g. Al’adl (Maha Adil)

h. Alkhaafidl (Maha Menjatuhkan)

i. Alwaajid (Maha Kaya)

j. Almuqaddim (Maha Mendahulukan)

k. Almu-akhkhir (Maha Mengakhirkan)

l. Adldlaar (Maha Pemberi bahaya)

m. Annaafi’ (Maha Pemberi kemanfaatan)

Dengan nama-nama di atas dirangkaikan pula sifat-sifat:

a. Takallum (Berfirman) dan

b. Iradat (Berkehendak)


Berbagai Pemikiran Tentang Toleransi Beragama


Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri (Kamus Besar B.Indonesia Edisi. 2 Cetakan 4 Th.1995). Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan politik, ia adalah simbol kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik atau saling berkonfrontasi untuk kemudian bahu-membahu membela kepentingan bersama, menjaganya dan memperjuangkannya. Demikianlah yang bisa kita simpulkan dari celotehan para tokoh budaya, tokoh sosial politik dan tokoh agama diberbagai negeri, khususnya di Indonesia . Maka toleransi itu adalah kerukunan sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada diantara mereka.

Sampai batas ini, toleransi masih bisa dibawa kepada pengertian syariah islamiyah. Tetapi setelah itu berkembanglah pengertian toleransi bergeser semakin menjauh dari batasan-batasan islam, sehingga cenderung mengarah kepada sinkretisme agama-agama berpijak dengan prinsip yang berbunyi “semua agama sama baiknya”. Prinsip ini menolak kemutlakan doktrin agama yang menyatakan bahwa kebenaran hanya ada didalam islam. Kalaupun ada perbedaan antara kelompok islam dengan kelompok non muslim, maka segere dikatakan bahwa perkara agama, adalah perkara yang sangat pribadi sehingga dalam rangka kebebasan, setiap orang merasa berhak berpendapat tentang agama ini, mana yang diyakini sebagai kebenaran (lihat definisi “toleransi” dalam kamus filsafat, Lorens Bagus, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Th. 1996, halaman 1111-1112).

Dalam kerangka berfikir yang demikian inilah muncul berbagi wacana (konsepsi) agama dalam apa yang dinamakan dialog bebas konflik (lihat antara lain buku yang diterbitkan oleh pustaka al-hidayah yg berjudul Atas Nama Agama, berisi berbagai artikel para tokoh intelektual tentang toleransi). Para tokoh ilmuwan dari berbagai agama rupanya sedang bersusah payah merubah status agama yang diopinikan sebagai sumber konflik, kemudian dirubah menjadi sumber kerukunan dan persatuan dengan cara menyingkirkan doktrin kemutlakan kebenaran bagi masing-masing agama kemudian diganti dengan wawasan kenisbian kebenran untuk mencari titik temu semua agama, khusunya tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, Islam) yang dinyatakan sebagai agama-agama besar (lihat antara lain “Tiga Agama Satu Tuhan”, kumpulan naskah beberapa pemikir, editor : George Bush dan Benjamin J. Hubbard, penerbit mizan).
Semua upaya tersebut tidak lepas dari orbit gerakan zionisme yahudi yang ingin mengkebiri peranan agama Allah di masyarakat manusia dan menawarkan alternatif pengganti yaitu sekularisme yang diterapkan dalam segala bidang kehidupan. Dengan demikian lengkaplah jaringan-jaringan persengkokolan zionisme yang semuanya diatas namakan “dalam rangka toleransi beragama” dalam bentuk :

1. Teror fisik dan mental menjadikan issue toleransi beragama sebagai faith acomply sosial, politik terhadap umat islam.

2. Penggiringan opini lengkap dengan sekularisasi agama dan sekularisme politik, sosial, dan ekonomi serta budaya, guna menyingkirkan peranan islam dari segenap kehidupan.

Allah Subhanallah Wa Ta’ala memperingatkan:
“Mereka (orang-orang kafir itu) menghendaki untuk memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, dan Allah terus menyempurnakan cahaya (agamaNya) walaupun orang-orang kafir tidak suka”. (Ash-Shaf: 8)

Toleransi Beragama Menurut Islam

Ada beberapa prinsip yang tidak boleh diabaikan sedikitpun oleh umat islam dalam bertoleransi dengan penganut agama lain yaitu :

1. Kebenaran itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah islam”.(Al-Imran: 19)
“Barangsiapa yang mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) dari padanya, dan diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Al-Imran: 85)

2. Kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah didunia ini adalah pasti dan tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya. Dan kebenaran itu hanya ada di agama Allah Ta’ ala. ”
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka janganlah engkau termasuk kalangan orang yang bimbang.”( Al- baqarah :147 )

3. Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun yang selainnya untuk kepastiaan kebenarannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku lengkapi nikmatku atas kalian dan Aku ridhoi islam sebagai agama kalian”. (Al-Maidah: 3)

4. Kaum mu’minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada orang-orang yang munafik (ahlul bid’ah) Allah menegaskan yang artinya “maka janganlan kalian bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Al-Imran: 139)

5. Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya:

“Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-6).

6. Kaum muslimin jangan lupa bahwa orang kafir dari kalangan ahlul kitab dan musyrikin menyimpan dihati mereka kebencian tradisional terhadap kaum muslimin, khususnya bila kaum muslimin mengamalkan agamanya. Oleh karena itu kaum muslimin jangan minder (merasa rendah diri) menampakkan prinsip agamanya diantara mereka dan jangan sampai mempertimbangkan keterseinggungan perasaan orang-orang kafir ketika menjalankan dan mengatakan prinsip agamanya. Demikian pula keadaan orang-orang munafik (Ahlul Bid’ah) Firman Allah:

“Orang-orang yahudi dan nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (Al-Baqarah: 120)
Firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang meyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya beginilah kamu, kamu menyukai mereka padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata : “Kami beriman” dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu katakanlah (kepada mereka): Matilah kamu karena kemarahanmu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala isi hati”. (Al-Imran: 118-120)

7. kaum muslimin dilarang menyatakan kasih sayang dengan orang-orang kafir dan munafik yang terang-terangan menyatakan kebenciannya kepada islam dan muslimin. Allah berfirman :

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekali pun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak, saudara-saudara, keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanaman keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadanya. Dan dimasukannya mereka kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai mereka kekal didalamnya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmatnya). Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah-lah itulah golongan yang beruntung”. (Al-Mujadilah: 22)

Tujuh prinsip tersebut menjadi dasar hubungan toleransi antar kaum muslimin dengan orang kafir. Agar dengan di fahami dan dipegang erat-erat ketujuh prinsip tersebut, kaum muslimin akan selamat dari upaya pendangkalan dan pengkebirian keimanan mereka kepada agamanya. Adapun hubungan toleransi diantara kaum muslimin dengan orang-irang kafir sebagaimana yang dituntunkan oleh Allah Ta’ala sebagai berikut :

1. Kaum muslimin walaupun sebagai penguasa dilarang memaksa orang-orang kafir untuk masuk islam. Firman Allah Ta’aa:
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. (Al Baqarah: 256)

2. Kaum muslimin harus tetap berbuat adil walaupun terhadap orang-orang kafir dan dilarang mendhalimi hak mereka.
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikandan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan kemaksiatan dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2)

3. Orang-orang kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-terangan kepada kaum muslimin, dibolehkan kaum muslimin hidup rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dengan mereka.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (8) “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negrimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9)

Maka tiga patokan bermasyarakat dengan orang-orang kafir sebagaimana tersebut diatas, seorang muslim dengan mengingat tujuh prinsip toleransi beragama sebagaimana diuraikan diatas, kaum berhubungan baik dan bertoleransi dengan orang-orang kafir, bukanlah karena mencintai mereka. Tetapi semata-mata karena agama Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik dengan orang yang kita benci dan membenci kita. Sehingga orang-orang kafir yang hidup dimasyarakat muslimin, mereka mempunyai hak sebagai tetangga, dan bahkan mempunyai hak sebagai famili karib kerabat, hak sebagai orang tua bila anaknya sebagai seorang muslim. Untuk hal ini semua kita dapati banyak teladan perbuatan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam.

“Dari Asma’ Binti Abu Bakar , ia berkata: ‘Di masa Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, ibuku pernah mengunjungiku dalam keadaan sangat berharap kebaikanku kepadanya dan takut kalau aku menolaknya dan merasa kecewa. Maka saya pun bertanya kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam: “Apakah boleh aku menyambung hubungan silaturrahmi dengannya?” Beliau berkata:”Ya.”

Ibnu ‘Uyainah menerangkan: Maka Allah “Azza wa Jalla menurunkan ayat 8 surat Al-Mumtahanah tersebut artinya (Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agamamu). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Adabul Mufrod yang dishahihkan oleh Al-Muhaddits Al-Allamah Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam kitab Shahih Al-Aldabul Mufrod 19/25.

“Dari Ibnu Umar, ia berkata: Umar Rdhiyallahu ‘anhu pernah melihat sehelai sutra yang sedang dijual, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah! Belilah sutra ini dan pakailah pada hari jum’at, dan jika datang kepada anda utusan-utusan.” Kata beliau: “Hanyasaja mengenakan sutra ini adalah orang yang tidak akan mendapat bagian sedikitpun diakhirat. Suatu hari Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam pernah diberi beberapa helai pakaian sutra, kemudian beliau mengirimkan sebagian kepada Umar, lalu Umar berkata: “Bagaimana mungkin saya akan mengenakannya sedangkan anda telah mengatakan sutra itu seperti itu?” Beliau berkata: ‘Sesungguhnya saya tidak bermaksud memberikannya kepadamu untuk kau pakai, akan tetapi supaya kau menjualnya atau memakainkannya kepada yang lain.” Kemudian Umar mengirimkannya kepada salah seorang saudaranya yag ada di Makkah, sebelum saudaranya itu masuk Islam.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhori didalam kitab Al-Adabul Mufrod yang dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah dalam Shaih Al-Adabul Mufrod no. 20/26.

“ Dari Mujahid , ia berkata : ‘Saya pernah berada disisi Abdullah bin ‘Amr dan ketika itu pelayannya sedang menguliti seeokr kambing. Kemudian Abdullah berkata: ‘Hai pelayan! Kalau engkau sudah selesai maka dahulukanlah tetangga kita si yahudi itu. ‘Tiba-tiba berkatalah salah seorang: “(Kau dahulukan) orang yahudi? Semoga Allah memperbaiki anda.” Abdullah berkata: ‘Saya pernah mendengar Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam berwasiat tentang tetangga, sampai-sampai kami takut atau bahkan kami menganggap bahwa beliau akan menggolongkan tetangga itu sebagai ahli waris.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhori didalam kitab Al-Adabul Mufrod yang dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah dalam Shaih Al-Adabul Mufrod no 45/128.

Penutup
Demikian semestinya toleransi beragama itu diterapkan dimasyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam. Tidak sepantasnya kaum muslimin lalai dari segenap prinsip dan patokan agamanya dalam bertoleransi. Karen kaum muslimin akan ditunggangi oelh musuh-musuhnya bila melalaikan prinsip-prinsip tersebut. Wallahu a’lamu bish-shawab

DIsalin dari: http://alghuroba.org/berbagai.php

Hikmah dibalik perintah sholat

Sesungguhnya hikmah di balik perintah shalat, demikian pula hikmah di balik larangan meninggalkannya banyak sekali, namun karena keterbatasan ruang, kita akan menyinggung sebagian saja darinya . Di antara hikmah di balik perintah shalat yaitu:

1. Shalat merupakan Rukun Islam Teragung setelah Dua Kalimat Syahadat (asy-Syahadatain). Di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Islam dibangun di atas lima hal; Persaksian bahwa tiada Tuhan -yang haq disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah; Mendirikan Shalat; Membayar zakat; Mengerjakan haji ke Baitullah dan berpuasa Ramadhan." (Muttafaqun 'alaih) Dari Abu Sa'id al-Khudry radhiyallahu 'anhu bahwasanya tatkala Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam membagi-bagikan harta rampasan perang, ada seorang laki-laki berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, bertaqwalah engkau kepada Allah." Lalu beliau menjawab, "Celakalah engkau, bukankah aku adalah penduduk bumi yang paling berhak untuk bertakwa kepada Allah.?" Maka, Khalid bin al-Walid zpun berkata, "Biar aku penggal saja lehernya, wahai Rasulullah!" Beliau menjawab, "Tidak, semoga saja ia kelak melaksanakan shalat." (Muttafaqun 'alaih)

2. Shalat adalah Kembaran Semua Kewajiban Dan Rukun-Rukun. Shalat merupakan ibadah yang paling banyak disebut di dalam al-Qur'an. Terkadang disebut secara khusus (tersendiri), seperti firman-Nya, artinya, "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan sore) dan pada bahagian permulaan malam." (Hûd:114) Terkadang disebut berurutan dengan sabar, seperti firman-Nya, artinya, "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat." (al-Baqarah:153). Terkadang disebut berurutan dengan zakat seperti firman-Nya, "Dan dirikanlah shalat serta bayarlah zakat.", dan banyak lagi contoh lainnya. Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Tiga hal yang aku bersumpah atasnya, (agar) Allah tidak menjadikan siapa saja yang memiliki bagian (saham) dalam Islam, sama seperti orang yang tidak memilikinya. Dan saham-saham Islam itu ada tiga: shalat, puasa dan zakat." (Hadits Shahih) Allah subhanahu wata'ala tidak menyebutkan shalat yang digandengkan dengan kewajiban-kewajiban lainnya melainkan Dia mendahulukan shalat atas selainnya. Misalnya, shalat disebutkan di dalam pembukaan amal-amal kebajikan dan penutupnya sebagaimana dapat kita lihat pada awal surat al-Mu'minun dan al-Ma'arij.

3. Shalat merupakan Induk Semua Ibadah. Seorang hamba diperintahkan agar meresapi dan khusyu' dalam shalatnya baik secara lahiriah maupun batin dan membuat hati, lisan dan seluruh anggota badannya larut di dalamnya. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala, "Dan berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'." (al-Baqarah:238) Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya di dalam shalat itu terdapat kesibukan." (Muttafaqun 'alaih) Artinya, seorang yang sedang melakukan shalat dilarang makan, minum, menoleh dan banyak bergerak. Ini tentunya berbeda dengan ibadah-ibadah lain selain shalat yang hanya diwajibkan atas sebagian anggota badan saja. Orang yang berpuasa misalnya, masih boleh untuk berbicara, seorang mujahid masih boleh menoleh-noleh dan berbicara, seorang yang melakukan haji masih boleh makan dan minum namun shalat tidak demikian. Di dalamnya terdapat berbagai jenis bentuk ibadah yang lengkap; ibadah hati, akal, badan dan lisan. Ibadah lisan tercermin pada ucapan syahadatain, takbir, ta'awwudz, basmalah, bacaan al-Qur'an, tasbih, tahmid, istighfar dan doa-doa. Ibadah anggota badan terefleksi pada aktivitas berdiri, ruku', sujud, i'tidal (bangun dari ruku'), turun untuk sujud, mengangkat tangan dan duduk. Ibadah akal terefleksi pada aktivitas berfikir, merenungi (tadabbur) dan memahami. Sedangkan ibadah hati terefleksi pada kekhusyu'an, rasa takut, rasa ingin mendapat pahala, kenikmatan, ketundukan dan tangis (karena rasa takut kepada Allah subhanahu wata'ala).

4. Shalat merupakan Wasiat Terakhir Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam . Dalam detik-detik terakhir keberadaannya di alam fana' ini dan di saat-saat menghadapi sakaratul maut, Rasulullah hanya berwasiat tentang shalat dan masalah budak saja. Hal ini sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari 'Ali radhiyallahu 'anhu, dia berkata, "Adalah kata terakhir Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam, 'Dirikanlah Shalat, Dirikanlah shalat. Takutlah kamu kepada Allah terhadap para budak kamu."

5. Shalat merupakan Cermin Amalan Seorang Muslim dan Neraca Seberapa Agung ad-Dien di Hati Seorang Mukmin. Shalat merupakan neraca yang melaluinya manusia mengukur seluruh amalannya; apakah bertambah atau berkurang sebagaimana halnya alat periksa yang digunakan seorang dokter untuk memonitor tekanan darah pasiennya. Dari Anas radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Hal pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari Kiamat kelak adalah shalat; bila ia baik (layak) maka akan baiklah seluruh amalannya dan bila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh amalannya." Sebelum penilaian sisi keunggulan dilakukan terhadap hal-hal lain seperti dalam keilmuan dan kecerdasan, maka hal paling pertama yang dijadikan tolok ukur keunggulan antar sesama manusia adalah kondisi shalatnya. Inilah tolok ukur yang benar dan dengannya seseorang dinilai tingkat keberagamaan dan kedudukannya dalam Islam. Sesungguhnya setiap orang yang menganggap ringan dan meremehkan shalat, maka pasti ia juga menganggap ringan dan meremehkan dien al-Islam, sebab ukuran seseorang dalam Islam itu disesuaikan dengan ukuran dari shalatnya. Bila anda ingin mengetahui kadar keinginan anda terhadap Islam, maka periksalah keinginan shalat anda sebab kadar keislaman di hati anda adalah seukuran kadar shalat yang ada di dalamnya. Bila anda ingin mengukur keimanan seorang hamba, maka lihatlah seberapa besar ia mengagungkan shalat. Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits Hasan, "Siapa saja yang ingin mengetahui apa yang didapatkannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat seberapa besar (kewajiban) terhadap Allah mendapat perhatiannya." Al-Hasan al-Bashri berkata, "Wahai Anak Adam, apa lagi yang kau banggakan dari agamamu bila shalat telah kau remehkan."

6. Shalat merupakan Keterbebasan dari Kemunafikan. Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang mendirikan shalat sebanyak 40 hari secara berjama'ah, ia (selalu) mendapatkan takbir pertama, niscaya akan dicatat baginya dua keterbebasan: keterbebasan dari api neraka dan keterbebasan dari kemunafikan." (Hadits Hasan)

7. Shalat merupakan Cahaya, Bukti (Hujjah) dan Kecemerlangan. Shalat merupakan cahaya yang menghilangkan tindakan aniaya dan kebatilan. Ia memancarkan cahaya, menjadikan elok dan kecemerlangan bagi pelakunya -sebagaimana yang dapat dirasakan sendiri oleh kita- serta menyinari kuburan pelakunya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Abu ad-Dardâ' radhiyallahu 'anhu, "Shalatlah kamu dua raka'at di kegelapan malam untuk (menyinari) kegelapan kuburanmu." Demikian juga, ia akan berkelap-kelip kelak di hari Kiamat yang memancar dari jidat pelakunya. Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Shalat itu adalah nur (cahaya)." ( HR.Muslim) Dalam sabdanya yang lain, "Shalat itu adalah bukti (Hujjah)." Yakni bukti bagi keimanan pelakunya.

8. Shalat merupakan Anugrah Rabbani. Shalat memiliki keistimewaan tak terhingga atas ibadah wajib lainnya, sebab Allah subhanahu wata'ala sendiri yang telah mewajibkannya karena mengagungkan kedudukannya. Lalu, Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam sendiri pula yang langsung menerima perintah tersebut dari Allah subhanahu wata'ala tanpa perantara, yakni pada malam Isra'. Karena itu, ia adalah anugrah Rabbani yang dianugrahkan-Nya kepada Nabi dan kekasih-Nya, Muhammad shallallahu 'alihi wasallam pada malam yang begitu agung sebagai bentuk imbalan kepada beliau atas ibadahnya yang tulus kepada Rabbnya.

Sumber: "Ash-Shalâh, Limadza?"[i/] Muhammad bin Ahmad al-Miqdam, Dâr Thayyibah, Mekkah al-Mukarramah, Cet.II, 1415 H. (Abu Hafshoh)

Para netter yang dimuliakan Allah Ta'ala, Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya. Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita. Aamiin

Waassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh

Rabu, 21 Mei 2008

Untitle

Tak ada kata-kata yang indah yang dapat ku berikan untukmu.............................................................





































































kan dibilangin galk ada kata-kata yang indah!!!!!!!!!
uuuuuu masih ngeyel juga!!!!!